Baik, Jahat, dan Abu-abu

 Baik, Jahat, dan Abu-abu

Menurutmu orang baik itu apa? Bagiku orang baik adalah diriku. Maksudku diri kita sendiri. Entah baik dalam hal apa aku juga tidak tahu. Justru itulah tantangannya. mau hal 'baik ' seperti apakah yang kita inginkan? Dan hal 'baik' seperti apakah yang akan kita menjadi?

"Eris! Sudah waktunya berangkat sekolah! Apakah kau akan menjadi pemalas sampai akhir dari dunia ini?!"

Eris yang diteriaki membuka mata dengan malas. Ia segera bangun dari tidurnya dan mendapati kamarnya yang sudah diterobos masuk oleh cahaya mentari dari luar sana.

Dan ya, pasti yang berteriak tidak sabaran itu adalah kakaknya. Padahal jam masih menunjukkan pukul setengah tujuh. Sedangkan waktu masuk sekolah adalah jam setengah delapan. Kakak terlalu rajin bagi Eris yang pemalas.

Sudah dua minggu berlalu dan Eris masih belum menemukan kenyamanan di rumah barunya. Apalagi sekolah. Eris melihat ke arah luar jendela dan mendapati Paman Galen  yang sedang memangkas rumput yang tak kunjung selesai dari hari pertama ia menginjakkan kaki di rumah ini.

Tidak, bukan itu yang Eris pikirkan.

Kemarin malam, ketika Eris ikut membantu membersihkan gudang, ia mendapati sebuah kotak surat yang tertumpuk di antara barang-barang gudang lainnya. Awalnya ia akan menyerahkan kotak tersebut pada Paman Galen, selaku paman yang sudah membantu bersih-bersih dari pemilik rumah  ini sebelumnya. Siapa tahu kotak itu milik penghuni rumah ini yang dulu.

Namun kunci dari kotak surat tersebut tidak terkunci.

***

Langkah Eris dibawanya kembali menuju ke gudang belakang rumah demi menengok kotak surat itu lagi. Sambil berharap kotak surat itu masih berada di sana dan tidak dibawa pergi Paman Galen. Pintu gudang yang telah reot itu Eris dorong perlahan, Ia nyalakan lampu gudang dan dengan segera mendapati kotak surat itu masih teronggok di salah satu sudut gudang sama seperti kemarin.

"Kenapa ya, kotak surat ini gak dipasang aja di depan rumah? Padahal masih bagus dan bisa dipakai lagi," gumam Eris pelan sembari menepuk pelan tutup kotak surat untuk menyingkirkan debu dari permukaaannya.

Perlahan ia buka buka kotak surat tersebut dan hal pertama yang Eris lihat di dalamnya ialah beberapa kertas yang telah usang namun masih cukup layak untuk dapat dibaca. Dengan ragu, gadis itu ambil salah satu dari beberapa kertas yang ada disitu. Gadis itu terdiam sejenak sebelum akhirnya memutuskan untuk membaca apa yang tertulis di atasnya.


10 April

Hari ini aku bertemu pemuda itu lagi dan seperti biasa langkah kakinya pasti terbawa menuju panti jompo yang terletak di bawah stasiun. Kali ini tangannya menenteng plastik besar, entah isinya apa. Tapi aku yakin isi plastik itu pasti hal-hal yang akan membuat para lansia di sana merasa senang. Entah itu camilan atau buku yang akan pemuda itu bacakan kepada mereka. Dan juga, pemuda itu pasti akan menghabiskan waktu hingga malam di sana demi menemani para lansia kesepian yang dititipkan oleh anak-anak mereka. Aku ikut senang melihatnya, aku harap aku bisa menjadi seperti pemuda itu.


"Baik banget, apa bisa aku menemukan orang kayak pemuda ini sekarang, ya?" monolog Eris. Namun detik selanjutnya Eris kontan menggeleng, "Kayaknya enggak. Orang baik kayak begini udah langka sekarang," jawab gadis itu terhadap pertanyaannya sendiri. Eris membalik kertas itu, berharap menemukan kelanjutan dari apa yang telah tertulis namun nihil, tidak ada apa-apa di balik kertas itu. Gadis itu memutuskan untuk membaca kertas lainnya. Dan kali ini apa yang si penulis ceritakan berbanding terbalik dengan apa yang ada di kertas sebelumnya.


8 Mei

Aku turut sedih mendengar kabar duka dari keluarga Pak Brata. Mereka benar-benar tidak berhak mendapat cobaan seperti ini dan pelaku itu harus segera tertangkap. Egois dan benar-benar jahat. Keluarga Pak Brata telah percaya sepenuhnya pada asisten rumah tangga itu. Tapi dia berkhianat dan dengan kurang ajarnya malah kabur dan membawa lari harta benda milik keluarga pak Brata bahkan sertifikat rumah mereka. Jahat. Jahat sekali. Aku hanya bisa berharap pelakunya segera tertangkap dan mendapat hukuman yang pantas.


Eris meringis ngeri dan bayang-bayang figur ayahnya kembali muncul di benaknya. Dengan cepat Eris menggelengkan kepala berharap dapat menghalau pergi bayangan pria paruh baya itu dari pikirannya.

"Jahat. Kapan ya, dunia ini cuma diisi sama orang-orang baik? Aku muak tiap mendengar kabar kejahatan dimana-mana." Gadis itu tertegun sejenak merenungi apa yang baru saja ia baca. Eris baru saja menginjak usia 13 tahun. Namun di usianya yang masih cukup belia ini Eris menjadi gadis yang skeptis perihal 'kebaikan dan orang baik'.

Eris pikir, tidak ada orang yang benar-benar baik di dunia ini setelah apa yang telah ia lalui. Bagi Eris, ayahnya adalah orang jahat. Pria itu lebih memilih wanita lain daripada istrinya yang telah setia bertahun-tahun kepadanya. Lantas pergi meninggalkan keluarga kecil itu dengan luka mendalam. Perihal sang kakak, Eris tidak bisa menyebut kakaknya sebagai orang jahat maupun orang baik. Kakaknya terlalu sibuk dengan dunianya sendiri. Jarak usia mereka yang terlalu jauh juga membuat keduanya tidak begitu akrab.

Sang kakak juga jarang menunjukkan afeksi padanya. Yang paling sering kakaknya lakukan ialah meneriaki Eris bila gadis itu tak kunjung muncul untuk berangkat sekolah. Lain dari itu tidak ada, kakaknya terlalu sibuk bekerja dan kuliah untuk selalu mengurus Eris.

Toh, Eris juga tidak berharap lebih pada sang kakak untuk memberinya kasih sayang sebegitu banyaknya seperti kakak-kakak lain kepada adik mereka. Lalu ada Paman Galen, bagi Eris, Paman Galen adalah orang yang cukup baik. Paman Galen menbantu dirinya dan si kakak mengurus perpindahan rumah mereka, Paman Galen juga membantu mereka membersihkan rumah agar dapat ditinggali dengan nyaman. Tapi hal-hal tadi tidak cukup membuat Eris berpikir bahwa Paman Galen adalah orang yang benar-benar baik. Bagaimana jika Paman Galen ternyata sama saja seperti ayahnya dulu?.

Eris hanya tidak ingin berharap terlalu banyak pada orang yang belum ia kenal baik. Karena orang yang selalu ia percaya, yang ia pikir sudah kenal betul seluk-beluknya berhasil mengecewakannya dan menyeret Eris ke titik dimana ia pikir tidak ada orang yang benar-benar baik.

Orang itu tak lain adalah sang ibu. Bagi Eris, ibunya bagaikan malaikat yang rela melakukan apa saja demi membahagiakan dan melindungi Eris dan kakaknya. Ibu adalah wanita terbaik bagi Eris, namun ibu jahat pada dirinya sendiri. Sangat jahat. Saking jahatnya, nyawa beliau harus merenggang di tangan wanita paruh baya itu sendiri.

***

Eris terdiam menatap kertas kosong di hadapannya. Guru mata pelajaran sosialnya baru saja memberi tugas untuk menulis kisah orang-orang yang menginspirasi atas kebaikan atau prestasi mereka. Tidak harus orang yang terkenal seperti publik figur maupun figur sejarah katanya, boleh juga orang-orang di sekitar mereka. Teman-teman sekelas Eris sudah sibuk memenuhi kertas HVS itu dengan cerita-cerita mereka. Namun Eris belum melakukan apa-apa dan masih kebingungan akan apa yang harus dia tulis.

"Kamu gak bawa pulpen, kah?" tanya Kayna- teman sebangku Eris yang menghentikan aktivitas menulisnya sejenak, "kenapa belum kamu kerjain tugasnya? Aku bawa banyak pulpen, kalau kamu lupa bawa dan mau pinjem bilang aja, ya?"

Eris menggeleng pelan, "Aku bawa pulpen, kok. Makasih tawarannya, Kay."

"Terus, kenapa kamu belum mulai nulis?"

"Aku bingung mau nulis apa, " jawab Eris jujur.

"Tulis aja kisah orang terkenal kayak Bill Gates, kamu tau gak?" Eris menggeleng sebagai jawaban."Dia itu orang kaya yang membangun yayasan buat beasiswa pendidikan, baik banget, gak sih?" lanjut Kayna

 "Gak juga, siapa tau itu cuma pencitraan biar namanya selalu bagus."

"....Iya juga sih, yaudah kalau gitu kamu tulis aja tentang orangtua kamu, pasti mereka baik, kan?"

Eris tertegun sejenak dan kembali menggeleng, " Gak juga, mereka gak sebaik yang aku pikir. Aku gak tau harus nulis apa disini, menurut aku gak ada orang yang benar-benar baik di dunia ini,"

"Tapi menurut kamu, ada gak orang yang benar-benar jahat di dunia ini?" tanya Kayna tiba-tiba.

Eris lantas mengangguk dan menjawab, "Ada. Banyak malah."

Tanpa diduga, Kayna malah tersenyum, "Kamu mau gak, aku tunjukkin orang baik dan orang jahat?" tawar gadis itu. Membuat dahi Eris mengernyit kebingungan atas tawaran mendadak dari teman sebangkunya ini.

"Mau gak?" ulang Kayna

Eris diam untuk berpikir sejenak sebelum akhirnya mengiyakan ajakan Kayna. "Oke! Pulang sekolah nanti ikut aku, ya??" seru Kayna senang. Dan Eris hanya mengangguk. Kebingungan namun penasaran akan apa yang Kayna ucap tadi.

Sepulang sekolah, Kayna menepati janjinya. Kayna mengajak Eris pulang berjalan kaki bersamanya sembari nanti melihat 'orang baik' dan 'orang jahat' yang tadi Kayna maksud. Tujuan pertama kedua gadis itu adalah sebuah rumah makan sederhana milik seorang wanita paruh baya yang amat murah senyum pada siapapun. Tak hanya murah senyum, ibu pemilik rumah makan itu juga tak segan menawarkan keduanya untuk makan siang gratis disana. Kayna yang sudah lebih dulu mengenal wanita itu dengan senang hati menerima tawaran ibu tersebut dan Eris hanya bisa mengikuti apa yang Kayna lakukan. Keduanya pun berakhir menikmati makan siang gratis disana.

"Ibu ini emang suka bagi-bagi makanan gratis, apalagi ke pemulung atau pengemis yang lewat. Baik banget gak, sih?" Eris mengangguk setuju. Pandangannya tak lepas dari wanita pemilik rumah makan yang tengah sibuk melayani pelanggan lain.

"Yuk, pergi, kita pamit dulu ke si ibu," ajak Kayna sembari beranjak meninggalkan kursinya. Eris pun mengikuti Kayna dan pamit serta mengucapkan terimakasih pada wanita yang telah memberi mereka makan siang gratis siang itu. Langkah kaki keduanya kemudian terbawa menuju gang kecil tak jauh dari rumah makan tadi.

Gang kecil di antara rumah-rumah itu terlihat biasa saja sampai indra penglihatan Eris menangkap figur seorang preman tua yang berjaga di ujung gang kecil tersebut. Sesuai dengan sebutannya, preman tua itu terlihat sangar dan kejam. Tubuhnya kurus dan kedua lengannya yang terekspos menunjukkkan betapa banyak tato tergambar disana. Membuat Eris bergidik ngeri dan ingin berputar balik demi menghindari preman itu. Namun Kayna tidak menggubris kehadiran si preman dan tetap memilih untuk membawa Eris melewati gang yang dijaga oleh si preman.

Tentu saja keduanya berakhir dipelototi dan dimaki oleh si preman. Membuat dua gadis itu harus berlari agar tidak berlama-lama berada di dekat si preman.

"Kamu kenapa malah lewat jalan itu sih?? Jadi ketemu orang jahat kayak preman itu," protes Eris kesal. Namun Kayna malah tertawa kecil baru meminta maaf karena telah membuat keduanya berhadapan dengan preman tua barusan.

"Maaf ya, aku sengaja hehe." ujar Kayna dengan cengiran di wajahnya. "Kan tadi aku bilang mau tunjukkin kamu orang baik dan orang jahat, yang tadi itu termasuk," jelas Kayna saat keduanya kembali melanjutkan perjalanan pulang.

"Nah, menurut kamu di antara dua orang yang tadi kita temui, mana yang orang jahat dan mana yang orang baik?" tanya Kayna 

"Ibu pemilik rumah makan pasti orang baik dan preman tadi pasti orang jahat," jawab Eris mantap. Namun Kayna kembali menyunggingkan senyumannya lantas menggeleng dan berkata bahwa jawaban Eris salah. "Kok jawabanku salah?" tanya Eris keheranan.

"Jawaban yang benar itu, mereka berdua sama-sama orang baik dan orang jahat, ris." Kayna menggantungkan kalimatnya sembari menoleh pada temannya baru kemudian melanjutkan perkataannya, "Ibu pemilik rumah makan itu memang baik, baik banget malah. Tapi, asal kamu tahu, beberapa tahun yang lalu, beliau pernah berbuat jahat pada orang lain, berkhianat pada keluarga yang telah memercayainya sepenuh hati." 

Mendengar ucapan temannya, rasa kecewa kembali menghampiri Eris. Pemikirannya yang skeptis tentang kebaikan dan orang baik kembali hadir. "Dulu, ibu itu pernah mencuri harta kekayaan milik sebuah keluarga yang memercayai beliau sebagai asisten rumah tangga mereka. Dan rumah makan tempat kita menyantap makan siang tadi dibangun dengan modal hasil curian ibu itu." Kayna melanjutkan kalimatnya, membuat hati Eris terasa makin sakit begitu mengetahui fakta mengenai wanita yang tadinya telah Eris anggap sebagai 'orang baik'.

"Terus, kalau soal preman yang tadi?" 

Seulas senyum tipis kembali hadir di wajah Kayna, "Dia itu pria tua yang baik kok." Dahi Eris kontan mengernyit mendengar jawaban Kayna. "Memang tampangnya seperti itu, perilakunya kasar tapi ada hal yang gak kamu ketahui juga tentang beliau." 

"Tiap akhir pekan, beliau pasti mengunjungi panti asuhan yang ada di ujung jalanan besar. Entah membelikan buku-buku cerita atau camilan atau sekedar menemani dan membantu pengurus panti disana. Yang jelas, beliau selalu melakukannya dengan sepenuh hati." Kali ini Eris tertegun mendengar penjelasan Kayna, terbesit rasa tidak percaya, apalagi setelah dirinya dan Kayna diteriaki oleh preman tua itu. 

"Beliau biasanya tidak bertindak kasar, namun belakangan ini beliau baru saja tertimpa masalah, jadi mungkin itu yang menyebabkan beliau jadi bertindak kasar karena kalut dan emosi yang tak terbendung," lanjut Kayna menjelaskan. Seakan-akan paham dengan isi kepala Eris barusan. "Dahulu juga saat beliau masih muda, beliau suka mengunjungi panti jompo untuk menemani para lansia disana. Namun sekarang sudah tidak karena panti jomponya sudah berpindah tempat."

Eris menghela napasnya pelan, rasa bersalah karena berprasangka buruk pada preman tua tadi mula mengisi hatinya. Pikirannya mengenai kebaikan dan orang baik semakin terombang-ambing setelah mendengar apa yang Kayna ucapkan. Juga terbesit rasa familier seakan-akan pernah mendengar hal yang baru saja ia dengar.

"Besok di sekolah aku bakal kasih kamu penjelasan atas apa yang baru aku bilang," janji Kayna begitu keduanya sampai di depan rumah Eris. Eris hanya mengangguk dan berpamitan dengan Kayna juga berterimakasih padanya. Kayna pun berpamitan dengan Eris dan pergi melangkahkan kakinya menuju rumahnya.

Keesokan harinya di sekolah Eris dengan segera menagih penjelasan pada Kayna. Keduanya terduduk di taman sekolah saat jam istirahat dan Kayna pun memulai penjelasannya dengan berkata, "Aku gak bisa nunjukkin kamu orang yang benar-benar baik dan orang yang benar-benar jahat. Karena aku pikir orang seperti itu gak ada, ris."

"Tapi ada yang pernah bilang ke aku kalau manusia itu ibarat warna abu-abu, dimana kita bisa terpengaruh sama apa yang kita dapat. Misal yang terus-terusan kita dapat itu sesuatu yang baik atau anggap aja hal itu sebagai warna putih, maka secara berangsur-angsur diri kita akan berubah menjadi warna putih. Begitu juga kalau yang kita dapat terus itu hal yang buruk atau anggap aja hal itu sebagai warna hitam. Gak ada manusia yang benar-benar baik dan benar-benar jahat, ris. Manusia itu gampang berubah dan jangan sampai kamu terpaku sama pemikiran dan ekspektasi kamu," ujar Kayna lembut.

 "Ada yang namanya realita dimana orang lain gak bisa menjadi sebaik yang kamu mau dan gak sejahat yang kamu pikir. Mereka, kita, sama-sama punya sisi apa-adanya yang sewaktu-waktu bakal nunjukkin sisi baik dan jahat kita. Nah, sisi apa yang akan kamu perlihatkan dan kamu lihat dari orang lain itu tergantung yang kamu pilih. Aku harap yang akan kamu pilih untuk kamu perlihatkan dan kamu lihat dari orang lain itu sisi baik kamu yang apa-adanya." 

Eris terdiam mendengar ucapan Kayna, semua stigmanya tentang kebaikan dan orang baik mulai terpecah. Perlahan-lahan menyetujui apa yang baru saja gadis itu dengar. "Mamaku bilang kita masih terlalu muda untuk memahami realita kehidupan yang ada, jadi jangan terlalu buru-buru memaksakan diri untuk memahami semuanya sekarang, perlahan tapi pasti aku yakin kamu bisa ubah pemikiran skeptis kamu tentang kebaikan dan orang baik," lanjut Kayna tak lupa dengan senyuman di wajahnya.

Eris mengangguk pelan, "Makasih banyak ya, Kay. Aku bakal inget-inget terus ucapan kamu barusan dan pastinya akan aku coba untuk menerimanya."

Namun Kayna malah berkata untuk jangan berterimakasih padanya. "Ucapan terimakasih kamu lebih cocok buat mamaku, beliau yang ajari aku tentang hal-hal yang barusan aku bilang."

Eris menyetujuinya dan menitipkan ucapan terimakasih agar dapat disampaikan pada ibunda Kayna. Bel kembali berdering, menunjukkan bahwa jam istirahat telah selesai dan kedua gadis kelas 1 SMP ini segera beranjak pergi dari taman dan kembali ke kelas mereka.

"Oh iya, ris. nanti siang kamu jadi ikut ekskul paduan suara?" tanya Kayna ditengah perjalanan mereka menuju kelas. 

"Iya, kay. Kamu hari ini ada ekskul gak?" Kayna menggeleng sebagai jawabannya dan kembali bertanya, "Omong-omong, gudang di belakang rumahmu masih ada kan, ya?"

Eris mengangguk, "Iya, kenapa emang?"

"Nanya aja sih, udah yuk kita cepet-cepet ke kelas, takut Pak Damar keburu masuk kelas," ajak Kayna sembari mempercepat langkahnya dan menyeret Eris agar ikut mempercepat langkahnya.

***

Sore harinya, Eris kembali mengunjungi gudang belakang untuk menengok kembali kotak surat yang beberapa hari lalu ia temukan. Alih-alih kotak surat, yang Eris dapati hanya secarik kertas usang yang di atasnya tertulis :


Bagian akhir.

Menurutmu orang baik itu apa? Bagiku orang baik adalah diriku. Maksudku diri kita sendiri. Entah baik dalam hal apa aku juga tidak tahu. Justru itulah tantangannya. mau hal 'baik ' seperti apakah yang kita inginkan? Dan hal 'baik' seperti apakah yang akan kita menjadi? 

Kini aku tahu jawabannya. Aku akan menjadi hal 'baik' yang apa adanya dan aku akan menerima hal 'baik' yang apa adanya juga. Aku juga ingin menjadi layaknya warna abu-abu yang berangsur-angsur berubah menjadi warna putih.



TAMAT



Komentar